SEBELUM MEMBACA ALANGKAH BAIKNYA KLIK GAMBAR LOGO STIKES BINA PUTERA BANJAR UNTUK MENGETAHUI LEBIH BANYAK TENTANG KAMPUS KAMI
ꜜꜜ
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
DI SUSUN OLEH :
DIVI FAHRIZAL PAMUNGKAS
A. Pengertian
Komunikasi Organisasi dapat
didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit
komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi
terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang
satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan
Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi
merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu
hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang
ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam
suatu organisasi mensyaratkan:
1. Adanya suatu jenjang
jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi
tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan
dan karyawan.
2. Adanya pembagian kerja,
dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang komersial maupun
sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
B. Macam
macam komunikasi
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha
menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian,
sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah
faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha
menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi
antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang
meliputi cetak dan elektronik.
C. Model komunikasi
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan
adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1. Model komunikasi linier (one-way
communication)
Dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan
melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi.
Komunikasinya bersifat monolog.
2. Model komunikasi interaksional.
Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi
feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan
ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada
satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai
komunikan.
3. Model komunikasi transaksional.
Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan
(relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa
semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat
dikomunikasikan.
D. Fungsi komunikasi
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang
telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi dalam
organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human
communication) yang terjadi dalam kontek organisasi. Atau dengan meminjam
definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus
pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama
lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi
meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing
arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas.
Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human
Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus
komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1. Downward communication
yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada
tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini
adalah:
a. Pemberian
atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b. Penjelasan
dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job
retionnale)
c. Penyampaian
informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d. Pemberian
motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2. Upward
communication
yaitu komunikasi yang terjadi ketika
bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus
komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a. Penyampaian
informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b. Penyampaian
informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat
diselesaikan oleh bawahan
c. Penyampaian saran-saran
perbaikan dari bawahan
d. Penyampaian keluhan dari
bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal
communication
yaitu tindak komunikasi ini
berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang
setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a. Memperbaiki
koordinasi tugas
b. Upaya
pemecahan masalah
c. Saling berbagi informasi
d. Upaya pemecahan konflik
e. Membina hubungan melalui
kegiatan bersama.
E. Proses
Komunikasi
Pada tataran teoritis, paling tidak
kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
1. Perspektif
Kognitif. Komunikasi menurut Colin
Cherry, yang mewakili perspektif kognitif adalah penggunaan
lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi
tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini,
gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan
kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima
secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki
sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
2. Perspektif
Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif
perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana
sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver.
Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah
adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal
tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Kedua
pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus
respons antara sender dan receiver.
Setelah kita memahami pengertian
komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita mencoba melihat proses
komunikasi dalam suatu organisasi. Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan,
bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang lebih praktis karena
komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi penerima
(receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan (sender)
dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai efek
yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan
tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.
Proses komunikasi diawali oleh sumber
(source) baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi
dengan individu atau kelompok lain, sebagai berikut:
1. Langkah
pertama yang dilakukan sumber adalah
ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi
untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan
yang akan disampaikan.
2. Langkah
kedua dalam penciptaan suatu pesan
adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud
kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan
informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan atau
message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk
bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat,
ekspresi wajah atau gambar-gambar.
3. Langkah
ketiga dalam proses komunikasi adalah
penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan
pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun
melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga ini, kita mengenal
istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu
pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan
telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap
materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata
tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP (overheadprojector).
Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun
hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
4. Langkah keempat, perhatian dialihkan
kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima perlu
menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar,
pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding,
yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan
kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk melakukan
decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya
penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana
pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
5. Proses terakhir dalam proses
komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber
mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima.
Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber
dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima
bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah
yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
F. Fungsi Komunikasi dalam
Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial,
komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi,
yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing
system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap
dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat
melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan
oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu
organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi
untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang
terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan
informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan
sebagainya
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku
dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal
yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
a. Atasan atau orang-orang yang
berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk
mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga
mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam
struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of
authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana
semestinya. Namun demikian,
sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
- Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan
perintah.
- Kekuatan pimpinan dalam
memberi sanksi.
- Kepercayaan bawahan
terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
- Tingkat kredibilitas pesan yang diterima
bawahan.
b. Berkaitan dengan pesan atau
message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada
kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu
membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka
banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi
perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan
akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering
memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan
dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran
komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut
(newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi
informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja,
pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas
ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri
karyawan terhadap organisasi.
G. Memahami Komunikasi dalam Organisas
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada
kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika
mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada
pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan
yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk
memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam
organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan
bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
H. Gaya Komunikasi.
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat
perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi
tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in
a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi
yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi
yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan,
bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima
(receiver).
1. The
Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat
mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk
membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang
lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan
nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling
style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada
pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai
rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak
mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan
balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.
Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif
orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk
memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari
komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan
bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang
dilakukannya. The controlling style of communication ini
sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif
sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif
pula.
2. The
Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The
equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus
penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua
arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun
pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana
yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan
pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini,
adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan
membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun
dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini
akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif
dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil
keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi
ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di
antara para anggota dalam suatu organisasi
3. The
Structuring style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini,
memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan
perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta
struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian
kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi
tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam
organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The
Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi
dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau
Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa
pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu
merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi,
kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
muncul.
5. The
Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini
memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami
bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan
(action-oriented). The dynamic style of communication ini
sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para
wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang
agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja
dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif
digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan
persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk
mengatasi masalah yang kritis tersebut.
6. The
Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan
kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada
keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai
hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini
akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan
orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia
untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
7. The
Withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini
digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari
orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena
ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh
orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah
ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam
persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan
diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk
menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini
tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Komentar
Posting Komentar