SEBELUM MEMBACA ALANGKAH BAIKNYA KLIK GAMBAR LOGO STIKES BINA PUTERA BANJAR UNTUK MENGETAHUI LEBIH BANYAK TENTANG KAMPUS KAMI
ꜜꜜ
TERIMAKASIH
SELAMAT MEMBACA
LAPORAN PENDAHULUAN
MANAGEMENT KONFLIK
SELAMAT MEMBACA
LAPORAN PENDAHULUAN
MANAGEMENT KONFLIK
DI SUSUN OLEH :
DIVI FAHRIZAL PAMUNGKAS
A. Penelitian Terdahulu
Eli Hariati (2000) melakukan penelitian yang berjudul
”Pengaruh Manajemen Konflik terhadap Kinerja Karyawan di Direktorat Sumber Daya
Manusia PT POS INDONESIA (Persero) di Bandung ”. Hasil dari penelitian tersebut
adalah bahwa variabel X Manajemen Konflik berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan (Y) pada PT POS INDONESIA (Persero) di Bandung.
B. Konsep Manajemen Konflik
1. Pengertian Konflik
Unsur manusia dianggap penting dalam kehidupan
berorganisasi, bahkan dalam hal ini manusia dipandang sebagai sumber daya yang
paling penting di dalam keseluruhan aktifitas perusahaan. Sehubungan dengan
itu, maka manusia perlu diatur dan diperhatikan keberadaannya sehingga dapat
didayagunakan secara optimal dan pada akhirnya mereka akan memiliki komitmen yang
tinggi dan kepuasan kerja serta yang terpenting bagi perusahaan/organisasi
yaitu produktivitas kerja yang tinggi. Setiap manusia mempunyai pikiran,
perasaan, status, keinginan, dan latar belakang heterogenyang dibawa ke dalam
organisasi, maka tidak menutup kemungkinan dalam malakukan aktivitasnya sebagai
anggota organisasi sering terjadi benturan dan pertentangan, dan apabila
dibiarkan maka akan timbul konflik dalam organsasi.
Kusnadi (2003 : 11) mengemukakan pengertian konflik sebagai
berikut : Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat antagonistis
(berlawanan, bertentangan atau berseberangan). Konflik terjadi karena
perbedaan, kesenjangan, dan kelangkaan kekuasaan, perbedaan atau kelangkaan
posisi sosial dan posisi sumber daya atau karena disebabkan sistem nilai dan
penilaian yang berbeda secara ekstrim. James A. F. Stoner dan Charles Wankel
yang diterjemahkan Winardi (1994 : 62) mengemukakan pendapatnya mengenai
konflik : Konflik organisatoris merupakan suatu ketidaksesuaian paham antara
dua orang anggota organisasi atau lebih, yang timbul karena fakta bahwa mereka
harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber daya yang langka, atau
aktivitas-aktivitas pekerjaan, dan atau karena mereka memiliki statusstatus,
tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau persepsi-persepsi yang berbeda. Berdasarkan
pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa konflik dalam organisasi terjadi
sebagai akibat dari adanya ketidak sesuaian individu, tujuan, persepsi, nilai,
status, sumber daya yang terbatas, dan keterikatan untuk secara bersama-sama
menjalankan kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi. Sikap orang tentang
konflik dalam organisasi-organisasi telah mengalami banyak perubahan seiring
berjalannya waktu. Hal serupa juga dikemukakan oleh Stephen P. Robbins yang
dikutip oleh Winardi (1994 : 65) menyatakan bahwa pandangan tentang konflik
dibagi menjadi dua macam yaitu : Pandangan Tradisional dan Modern Tentang
Konflik
Pandangan kuno
|
Pandangan modern
|
Konflik dapat dihindari
|
Konflik tidak dapat dihindari
|
Konflik disebabkan karena adanya kesalahan managemen dalam
hal mendesain dan memanajemen organisasi – organisasi atau karena adanya
pengacau –pengacau
|
Konflik muncul karena aneka macam sebab, termasuk di
dalamnya struktur organisatoris, Perbedaan – perbedaan dalam tujuan – tujuan
yang tidak dapat dihindari perbedaan – perbedaan dalam persepsi – persepsi
serta nilai – nilai personalia yang terspesialisasi dan sebagainya
|
Konflik merusak organisasi yang bersangkutan, dan
menyebabkan tidak tercapainya hasil optimal
|
Konflik membantu, kadang – kadang menghambat hasil
pekerjaan organisatoris dengan derajat yang berbeda.
|
Tugas managemen adalah meniadakan konflik.
|
Tugas managemen adalah manajemen tingkat konflik, dan
pemecahannya hingga dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal
|
Agar dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal,
maka Konflik perlu ditiadakan.
|
Hasil pekerjaan optimal secara organisatoris, memerlukan
konflik moderat
|
Sumber : Winardi,1994
Berdasarkan pendapat seperti tertera pada Tabel, maka tugas
manajer bukanlah menekan atau memecahkan semua konflik, tetapi mereka perlu
memanajemennya sedemikian rupa, hingga dapat diminimalisasi. Manajemen demikian
dapat mencakup stimulisasi konflik pada situasi – situasi dimana penekanannya
dapat menyebabkan terhambatnya efektifitas, kreativitas dan inovasi organisasi.
Manajemen konflik merupakan cara yang dilakukan oleh pimpinan dalam
menstimulasi konflik, mengurangi konflik dan menyelesaikan konflik yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja individu dan produktivitas organisasi.
Kajian teori tentang manajemen konflik berguna bagi manajer atau pimpinan
organisasi/ perusahaan dalam merespon setiap konflik yang munculpada
organisasi/perusahaan yang menjadi tanggungjawabnya. Pengelolaan konflik yang
baik didahului dengan identifikasi sumber-sumber konflik dan jenis-jenis
konflik, mengetahui proses terjadinya konflik, klasifikasi konflik berdasarkan
keuntungan dan kerugian bagi kelangsungan organisasi/perusahaan, memilih
pendekatan sesuai dengan masalah dan tujuan yang akan dicapai
2. Indikator Manajemen
Konflik
Indikator dari manajemen konflik menurut dr. Wahyudi (2008)
adalah :
a. Keterbatasan
sumber daya
Setiap organisasi atau perusahaan mempunyai
keterbatasanketerbatasan dalam penyediaan dana, ruang, bahan baku, personalia,
informasi, serta sumber-sumber penting lainnya. Perusahaan yang sedang
berkembang membutuhkan sumber daya yang lebih banyak, pimpnan mengalokasikan
sumber daya menurut prioritas dan kebutuhan pada tiap unit kerja/bagian.
Pembagian yang tidak merata dapat menimbulkan perasaan iri hati antar
departemen/bagian. Apabila manajer tidak menjelaskan kebijakan yang dilakukan,
maka perselisihan antar departemen dapat terjadi karena persaingan yang terjadi
untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas.
b. Komunikasi
Kegagalan komunikasi terjadi disebabkan oleh salah
pengertian berkenaan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, informasi yang
mendua dan tidak lengkap, dan gaya individu pimpinan yang tidak konsisten.
c. Struktur
Organisasi
Struktur organisasi adalah sistem formal hubungan-hubungan
kerja yang membagi dan mengkoordinasikan tugas-tugas sejumlah orang dan
kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur organisasi juga
berkaitan dengan masalah perbedaan status diornagisasi/perusahaan, yaitu
masalah mengenai posisi tertentu sebagai kosekuensi dari karakteristik yang
membedakan posisi seseorang atau kelompok dengan yang lainnya dalam struktur
formal dan informal (Gibson, J.L., dalam Wahyudi, 2008). Persaingan untuk
meningkatkan status pada setiap departemen atau unit kerja bertujuan untuk
memperoleh penghargaan dan pengakuan dari pimpinan Masalah yang muncul dalam
struktur organisasi berkenaan dengan persainganpengaruh dan kekuasaan antar
departemen/unit kerja, sistem penilaian yang tidak jelas, dan perbrdaan dalam
menafsirkan tujuan organisasi.
Masalah juga bisa muncul apabila seorang individu atau
departemen tidak mendapatkan penghargaan atau kesempatan sesuai dengan prestasi
yang dicapai. Konflik status dapat disebabkan persepsi atas ketidakadilan dalam
hal ganjaran, penugasan kerja atau kesempatan pengembangan karier.
d. Perbedaan Individu
Sifat merupakan ciri khas yang ada pada setiap individu yang
membedakannya dengan individu lainnya. Perbedaan individu dilator belakangi
oleh pendidikan, budaya, lingkungan sosial, etnik, dan lainlain. Perbedaan
latar belakang di atas menimbulkan perbedaan dalam bersikap dan bertindak di
lingkungan kerja. Konflik dapat terjadi apabila masing-masing individu
mempertahankan pendiriannya dan tidak bersedia menerima pendapat serta fikiran
orang lain.
3. Jenis – Jenis Konflik
Konflik yang muncul didalam organisasi harus dikelola secara
baik dan tepat agar tidak merugikan organisasi. Untuk mengelola konflik secara
efektif dan efisien, maka pimpinan harus mengenal secara tepat dimana konflik
tersebut terjadi agar pimpinan tersebut dapat memilih strategi manajemen yang
tepat. James A.F Stoner dan Charles Wankel yang diterjemahkan oleh Winardi (
1994 ; 68 ) menyatakan bahwa terdapat lima macam jenis konflik yang mungkin
muncul dalam kehidupan organisasi tertentu, yaitu :
a. Konflik di dalam
diri individu ; terjadi apabila seorang individu tidak pasti tentang pekerjaan
apa yang diharapkan akan dilakukan olehnya, apabila tuntutan tertentu dari
pekerjaan yang ada, berbenturan dengan tuntutan lain, atau apabila sang
individu dituntut untuk melaksanakan hal – hal yang melebihi kemampuannya.
b. Konflik antara
individu – individu didalam organisasi yang sama ; terjadi karena adanya
perbedaan – perbedaan dalam kepribadian. Seringkali konflik – konflik demikian
muncul karena tekanan – tekanan yang berkaitan dengan peranan atau dari cara
orang mempersonalifikasi konflik antar kelompok – kelompok.
c. Konflik antara
individu – individu dan kelompok – kelompok ; dianggap hal yang Konflik antara
individu – individu dan kelompok – kelompok seringkali berhubungan dengan cara
para individumenghadapi tekanan – tekanan untuk mencapai konformitas, yang
ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
d. Konflik antara
kelompok – kelompok dalam organisasi yang sama ; konflik yang banyak terjadi
didalam organisasi – organisasi, karena tiap kelompok dalam organisasi
mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda dan antar kelompok sendiri
menginginkan segala kepentingan dan tujuannya dapat tercapai dengan baik walaupun
harus berbenturan dengan kelompok lainnya.
e. Konflik antara
organisasi – organisasi dalam bidang ekonomi ; menyebabkan timbulnya
pengembangan produk – produk baru, teknologi, dan jasa, harga – harga lebih
rendah dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
4. Pendekatan Manajemen
Konflik
Salah satu persoalan yang sering muncul selama
berlangsungnya perubahan di dalam organisasi adalah konflik antar anggota atau
antar kelompok. Menurut Hardjana (Wahyudi, 2008), konflik tidak hanya harus
diterima dan dikelola dengan baik, tetapi juga harus didorong karena konflik
merupakan kekuatan untuk mendatangkan perubahan dan kemajuan dalam lembaga.
Demikian pula Edelman R.J. (Wahyudi, 2008) menegaskan bahwa, jika konflik
dikelola secara sistematis dapat berdampak positif yaitu, memperkuat hubungan
kerja sama, meningkatkan kepercayaan dan harga diri, mempertinggi kreativitas
dan produktivitas, dan meningkakan kepuasan kerja. Manajemen konflik yang tidak
efektif dengan cara menerapkan sanksi yang berat bagi penentang, dan berusaha
menekan bawahan yang menentang kebijakan sehingga iklim organisasi semakin
buruk dan meningkatkan sifat ingin merusak. Maka dari itu, pimpinan organisasi
di tuntut memiliki kemampuan tentang manajemen konflik dan memanfaatkan konflik
untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas organisasi. Manajemen konflik
adalah teknik yang dilakukan pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan
cara menentukan peraturan dasar dalam bersaing (Criblin J, dalam Wahyudi,
2008). Menurut Walton R. E. Dan Owens R. G. (Wahyudi, 2008), tujuan manajemen
konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara
konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan.
Mengingat kegagalan dalam mengelola kunflik dapat menghambat pencapaian tujuan
organisasi, maka pemilihan teknik pengendalian konflik menjadi perhatian
pimpinan organisasi. Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan
dalam segala situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebuhan dan
kekurangan. Gibson J. L. et. al. (Wahyudi, 2008) mengatakan, memilih resolusi
konflik yang cocok tergantung pada faktor-faktor penyebabnya. Menurut Handoko
(Wahyudi, 2008) secara umum terdapat tiga cara dalam menghadapi konflik, yaitu
:
a. Stimulasi
konflik, diperlukan apabila satuan-satuan kerja dalam organisasi terlalu lambat
dalam melakukan pekerjaan karena tingkat konflik rendah. Situasi konflik yang
rendah akan menyebabkan para karyawan takut berinisiatif sehingga akhirnya
menjadi pasif. Pimpinan perusahaan perlu merangsang timbulnya persaingan dam
konflik yang dapat berdampak peningkatan kinerja karyawan perusahaan.
b. Pengurangan atau
penekanan konflik, berusaha meminimalkan kejadian konflik tetapi tidak
menyentuh masalah-masalah yang menimbulkan konflik.
c. Penyelesaian
konflik, berkenaan dengan kegiatan-kegiatan pimpinan organisasi yang dapat
mempengaruhi secara langsung pihak-pihak yang bertentangan.
Dengan penjelasan yang berbeda, Leavitt, H. J. (Wahyudi,
2008) mengemukakan bahwa untuk mengatasi konflik dapat dilakukan pendekatan
sebagai berikut :
a. Konfrontasi
Teknik konfrontasi adalah pemecahan masalah untuk mengurangi
ketegangan melalui pertemuan tatap muka antar kelompok yang sedang konflik,
dengan tujuan untuk mengenal masalah dan menyelesaikannya. Kelompok yang sedang
konflik iberi kesempatan berdebat dan membahas semua masalah yang relevan
sampai keputusan tercapai.
b. Negosiasi dan
tawar-menawar
Teknik negosiasi dan tawar menawar adalah perundingan
mempertemukan dua pihak dengan kepentingan yang berbeda untuk mencapai sebuah
persetujuan. Masing-masing pihak membawa serangkaian usulan yang kemudian
didiskusikan dan dilaksanakan. Dalam perundingan, tidak ada yang dikalahkan,
semua pihak menghindarkan perasaan telah memenangkan tuntutan.
c. Penyerapan
(absorption)
Teknik penyerapan (absorption) adalah cara mengelola konflik
organisasi antara kelompok besar dengan kelompok kecil. Kelompok kecil
mendpatkan sebagian yang diinginkannya tetapi sebagai konsekuensinya harus ikut
bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya. Konflik yang dikelola secara positif
dan konstruktif dapat mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian pendekatan
dalam pengelolaan konflik menjadi hal yang sangat penting. Wexley, K. N. dan
Yuki, G. A., (Wahyudi, 2008) mengemukakan pendekatan-pendekatan yang umum
dilakukan terhadap manajemen konflik adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan
peraturan-peraturan dan prosedur standar untuk mengatur perilaku agresif,
mendorong perlakuan yang jujur terhadap bawahan.
b. Mengubah pengaturan
arus kerja, desain pekerjaan, serta aspek-aspek yang berkaitan dengan hubungan
kerja antar pribadi dan antar kelompok.
c. Mengubah sistem
ganjaran untuk mendorong persaingan atau kerja sama
d. Membentuk unit khusus
yang berperan sabagai mediator dan arbitrator atau juru damai dari pihak ketiga
agar mempermudah pengendalian konflik.
e. Memberikan
kesempatan kepada pihak-pihak yang mempunyai orientasitujuan yang berbeda dapat
terwakili dalam kelompok pembuat kebijakan.
f. Melatih
pejabt-pejabat kunci untuk mendalami teknik-teknik manajemen koflik.
Keberhasilan dalam mengelola konflik ditentukan oleh
ketepatan dalam memilih teknik pengelolaan, kemampuan pihak ketiga atau
pimpinan dalam mengelola konflik, dan kesdiaan pihak-pihak yang terlibat
konflik untuk menyelesaikan konflik. Winardi (Wahyudi, 2008) berpendapat bahwa
metodemetode yang paling banyak digunakan dalam penyelesaian konflik adalah :
a. Metode dominasi
atau supresi, yang berusaha menekan konflik dan bukan menyelesaikannya. Dengan
cara memaksakan, konflik diharapkan reda dengan sendirinya. Hasil penyelesaian
konflik dengan metode dominasi menimbulkan situasi menang-kalah, pihak yang
kalah harus menerima kenyataan bahwa pihak lain mempunyai otoritas yang lebih
tinggi. Ada empat cara yang dapat ditempuh melalui metode dominasi, yaitu :
1) dengan memaksa pihak
lain,
2) membujuk secara
sepihak untuk mengikuti keinginannya,
3) menghindari konflik
atau menolak untuk menghadapi konflik,
4) pemungutan suara atau
berdasrkan keinginan mayoritas.
b. Metode kompromi,
adalah penyelesaian konflik dengan jalan menghimbau pihak yang terlibat konflik
untuk tujuan masing-masing kelompok guna mencapai sasaran yang lebih penting
bagi kelangsungan organisasi.
Penyelesaian konflik dengan metode kompromi dilakukan dengan
cara :
1) memisahkan pihak-pihak
yang konflik hingga dicapai suatu pemecahan,
2) melalui arbitrasi
yaitu campur tangan pihak ketiga,
3) menggunakan imbalan,
yaitu salah satu pihak menerima imbalan untuk mengakhir konflik.
c. metode pemecahan
problem integratif. Metode ini dapat mengalihkan konflik antar kelompok menjadi
sebuah situasi pemecahan masalah bersama. Terdapat tiga cara penyelesian
konflik secara integratif, yaitu :
1) melalui konsensus
kedua pihak yng terlibat konflik,
2) konfrontasi untuk
membandingkan pendapat masing-masing pihak yang berkonflik
3) penggunaan
tujuan-tujuan superordinat sebagai tujuan yang bernilai lebih tinggi dari
tujuan unit/kelompok, d tujun tidak dapat dicapai tanpa kerjasama semua pihak
yang bertentangan.
5. Manfaat Terjadinya
Konflik
Betapa besar keberadaan konflik dalam organisasi, hingga hal
ini dapat dimanfaatkan oleh pimpinan untuk memajukan dan mengembangkan
organisasi yang dipimpinnya . Konflik yang dimanajemen dengan baik dapat
menimbulkan manfaat bagi organisasi. Hammer dan Organ yang di kutip oleh Adam
I. Indrawijaya ( 1996 ; 162 ) mengemukakan beberapa manfaat dari konflik, yaitu
:
a. Konflik akan
mencegah stagnasi,
b. Konflik akan
memberikan stimulasi terhadap timbulnya rasa penting dan keingintahuan,
c. Konflik akan
menjadi media pengungkapan persoalan, sehingga dapat di pelajari jalan
pemecahannya,
d. Konflik merupakan
dasar bagi terjadinya perubahan, baik perorangan maupun perubahan sosial,
e. Konflik dapat
membantu bagi pengujian kemampuan, sangat berguna untuk keperluan belajar dan
pengembangan.
f. Konflik
dapat membantu orang – orang dan kelompok untuk menciptakan identitas dan citra
mereka.
C. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Menurut Siswanto (2002 : 235) ”Kinerja adalah prestasi yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan
kepadanya”. Menurut Ilyas (dalam Indrajaya 2001 : 55) ”Kinerja adalah
penampilan hasil kerja personal baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu
organisasi”. Menurut Malayu (2002 : 86) ”Kinerja adalah hasil kerja nyata dan
standar kualitas maupun kuantutas yang dihasilkan setiap karyawan”. Menurut
Mangkunegara (2003 : 223) ”Kinerja adalah hasil dari suatu proses evaluasi yang
dilakukan perusahaan meliputi kejujuran, loyalitas, kedisiplinan, kerja sama,
tanggung jawab, sikap, kehadiran, kuantitas, pekerjaan, kualitas kerja dan
peningkatan kerja”.
Berdasarkan pendapat di atas mengenai kinerja, maka penulis
mengambil kesimpulan bahwa kinerja merupakan prestasi kerja seseorang dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya di dalam suatu
perusahaan yang meliputi kejujuran, loyalitas, kedisiplinan, kerja sama,
tanggung jawab, sikap, kehadiran, kuantitas, pekerjaan, kualitas kerja dan
peningkatan kerja.
2. Indikator Kinerja
Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang
menunjukkan tingkatan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan adalah sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan
sebagai dasar untuk menilai atau melihat bahwa kinerja setiap hari dalam
perusahaan dan perseorangan terus mengalami peningkatan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Menurut Mathis (2002 : 78): Kinerja pegawai adalah yang
mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi,
yang antara lain termasuk :
a. Kuantitas kerja : Volume kerja
yang dihasilkan dalam keadaan normal
b. Kualitas kerja : Kerapian,
ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak
b. mengabaikan volume pekerjaan.
c. Pemanfaatan waktu : Penggunaan
masa kerja yang disesuaikan dengan
d. kebijaksanaan perusahaan.
e. Kerjasama : kemampuan menangani
hubungan dalam pekerjaan.
Selain memedomani kriteria tersebut, performance atau
kinerja dihasilkan oleh adanya tiga hal, yaitu :
a. kemampuan atau ability dalam
wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi (capacity to perform)
b. Kemauan, semangat, hasrat atau
motivation dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to
perform)
c. Kesempatan untuk berprestasi
(opportunity to perform)
Berdasarkan keseluruhan defenisi di atas dapat kita lihat
bahwasanya kinerja pegawai ini adalah merupakan output dari penggabungan
faktor-faktor yang penting yakni, kemampuan dan minat, penerimaan seorang
pekerja atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang
pekerja.
Semakin tinggi faktor-faktor di atas, maka semakin besarlah
kinerja pegawai yang bersangkutan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Pegawai
Manurut Mathis (2002 : 80) dalam pembahasan mengenai
permasalahan kinerja pegawai, tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang
menyertainya:
a. Faktor kemampuan (ability) :
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ di atas rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya
dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan lebih mudah
mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan
pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
b. Faktor motivasi : Motivasi
terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan kerja.
4. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja perlu diadakan untuk mengetahui pencapaian
sasaran-sasaran organisasi Menurut Siagian (Wahyudi, 2008), penilaian adalah
pengukuran dan perbandingan hasil-hasil yang dicapai dengan hasil-hasil yang
seharusnya dicapai. Penilaian pda akhirnya menghasilkan keputusan tentang
pelaksanaan pekerjaan dengan kategori baik atau tidak, berhasil atau tidak
berhasil setlah dihitung secara kuantitatif. Melalui penilaian, kekuatan suatu
program bisa diketahui dan dipelihara sedangkan kelemahan-kelemahan dapat
dikurangi atau dihilangkan. Terry (Wahyudi, 2008) menyatakan bahwa penilaian
kinerja mmerupakan evaluasi resmi dan periodik tentang hasil pekerjaan seorang
pekerja yang diukur dengan kriteria pekerjaan yang telah ditentukan. Dessler
(Wahyudi, 2008) mengatakan, agar penilaian kinerja dapat berlangsung sesuai
harapan, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah:
a. Mendefenisikan
pekerjaan, berarti memastikan bahwa pimpinan (evaluator) dan bawahan sama-sama
sepakat dengan rincian tugas dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai
kinerja.
b. Penilaian
prestasi, berarti membandingkan antara pretasi actual anggota/karyawan dengan
instrumen penilaian.
c. Menyediakan
umpan balik, berarti mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membahas prestasi
kemajuan bawahan. Dalam pertemuan dirancang rencana pengembangan yang mungkin
diperlukan
Menetapkan standar dan metode pengukuran kinerja, tujuan dan
sasaran yang ditetapkan selama proses perencanaan sebaiknya dirumuskan secara
jelas, mudah dipahami dan terukur dari aspek waktu penyelesaian suatu
pekerjaan, dan dengan unit mana harus bekerjasama. Mengukur kinerja, yaitu
kegiatan mengamati perilaku karyawan dalam bekerja, dan menghitung keberhasilan
penyelesaian tugas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Penilaian kinerja yang
baik mengutamakan pada hubungan kerja antara pimpinan dengan bawahan,
menjelaskan apa yang telah dikerjakan dan menghargai prestasi pekerjaannya.
Dengan demikian dalam penilaian kinerja, hubungan antara penilai dengan pihak
yang dinilai terjalin dengan baik, tidak semata-mata mencari kesalahan tetapi
lebih bertujuan untuk menindak lanjuti hasil penilaian dan menghargai prestasi
kerja karyawan.
D. Hubungan Manajemen Konflik dengan
Kinerja
Karyawan dapal perusahaan memiliki beragam sifat, pandangan,
cara berfikir, hingga kebudayaan. Sering kali dan bahkan tidak dapat dihindari
akibat adanya perbedaan itu, muncul pertentangan diantara sesama karyawan.
Pertentangan yang muncul akan membuat komunikasi antara sesame karyawan menjadi
kurang baik. Komunikasi yang kurang baik, akan membuat pekerjaan terganggu.
Pekerjaan yang terganggu akan mempengaruhi kinerja dari
karyawan yang mengalami konflik. Seperti yang dikemukakan oleh S. P. Robbins
(dalam Kusnadi, 2003) bahwa tingkat konflik optimal merupakan jenis konflik
yang fungsional sehingga organisasi menjadi efektif dan mempunyai karakteristik
inovatif, kritis terhadap aktivitas intern organisasi, tanggap terhadap
perubahan, kreatif dan cepat beradaptasi terhadap perkembangan lingkungan.
Tetapi sebaliknya, jika konflik yang muncul dalam hubungan antar karyawan
tersebut dapat dimanage dengan baik, maka hasilnya justru bisa membawa dampak
yang baik bagi hubungan antar karyawan dan juga akan berpengaruh baik bagi
kinerja karyawan serta operasional perusahaan.

Komentar
Posting Komentar